Menelusuri Politik HAM

Menelusuri Politik HAM dan Kasus Pelanggarannya
Oleh: Muhammad Adam Hussein


BAB I
PENDAHULUAN


A.     Latar Belakang
           
Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi. Hak juga merupakan sesuatu yang harus diperoleh. Masalah HAM adalah sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini. HAM lebih dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era reformasi dari pada era sebelum reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal pemenuhan hak, kita hidup tidak sendiri dan kita hidup bersosialisasi dengan orang lain. Jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM terhadap orang lain dalam usaha perolehan atau pemenuhan HAM pada diri kita sendiri. Dalam hal ini penulis merasa tertarik untuk membuat makalah tentang HAM. Maka dengan ini penulis mengambil judul “Hak Asasi Manusia”.

B.     Fokus Bahasan Masalah
         Fokus Bahasan Masalah dalam makalah ini adalah:
1.      Pengertian HAM.
2.      Ciri Pokok Hakikat HAM .
3.      Penggolongan HAM.
4.      Lembaga Perlindungan HAM di Indonesia.
5       Perkembangan Pemikiran HAM.
6       HAM Dalam Tinjauan Islam.
7       HAM Dalam Perundang-Undangan Nasional.
8.      Pelanggaran HAM dan Pengadilan HAM.       
9.      Contoh Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia           

BAB II
PEMBAHASAN


2.1    Pengertian HAM
         Pengertian HAM
         Sebelum membahas pada Ciri Pokok Hakikat HAM, maka perlu dimengerti terlebih dahulu apa pengertian HAM itu sendiri. Setelah itu, kita akan mampu menyimpulkan apa HAM itu seperti apa dan bagaimana aplikasinya. Untuk itulah, mohon disimak.


Gambar 2.1 Gambaran Filosofi HAM

1.      HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia, sesuai dengan kodratnya.(Kaelan: 2002).
2.      Menurut pendapat Jan Materson (dari komisi HAM PBB), dalam Teaching Human Rights, United Nations sebagaimana dikutip Baharuddin Lopa menegaskan bahwa HAM adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.
3.      John Locke menyatakan bahwa HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati. (Mansyur Effendi, 1994).
4.      Dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan bahwa: “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”

2.2    Ciri Pokok Hakikat HAM
         Berdasarkan beberapa rumusan HAM di atas, dapat ditarik kesimpulan tentang beberapa ciri pokok hakikat HAM yaitu:
1.      HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun diwarisi. HAM adalah bagian dari manusia secara otomatis.
2.      HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik atau asal-usul sosial dan bangsa.
3.      HAM tidak bisa dilanggar. Tidak seorangpun mempunyai hak untuk membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM walaupun sebuah Negara membuat hukum yang tidak melindungi atau melanggar HAM (Mansyur Fakih, 2003).

2.3    Penggolongan HAM
         Penggolongan HAM dapat diuraikan sebagai berikut:
1.      Hak Asasi Pribadi (Personal Rights), seperti:
         U  Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian dan berpindah-pindah tempat.
         U  Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat.
         U  Hak kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau perkumpulan.
         U  Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan agama dan kepercayaan yang diyakini masing-masing.

2.      Hak Asasi Politik (Political Rights), seperti :
         U  Hak untuk memilih dan dipilih dalam Pemilu.
         U  Hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan.
         U  Hak membuat dan mendirikan partai politik dan organisasi politik lainnya.
         U  Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan atau petisi.

3.      Hak Asasi Hukum (Rights of Legal Equality), seperti :
         U  Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan.
         U  Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil / PNS.
         U  Hak mendapat layanan dan perlindungan hukum.

4.      Hak Asasi Ekonomi (Property Rights), seperti :
         U  Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli.
         U  Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak.
         U  Hak kebebasan menyelenggarakan sewa menyewa, hutang piutang, dll.
         U  Hak kebebasan untuk memiliki sesuatu.
         U  Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak.

5.      Hak Asasi Peradilan (Procedural Rights), seperti : 
         U  Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan.
         U  Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan, penahanan. dan penyelidikan dimata hukum.

6.      Hak Asasi Sosial Budaya (Social Culture Rights), seperti : 
         U  Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan dan pengajaran.
         U  Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat.[1]

2.4    Lembaga Perlindungan HAM di Indonesia
1.      Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI.
2.      Dalam kementrian hukum dan HAM terdapat direktorat Jenderal Peraturan Perlindungan HAM yang mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang perlindungan HAM.
3.      Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
4.      Komnas HAM pada awalnya dibentuk dengan Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1993 untuk melaksanakan fungsi pengkajian dan penelitian, penyuluhan, pemantauan dan mediasi.
5.      Pengadilan Hak Asasi Manusia.
6.      Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus yang berada dilingkungan peradilan umum yang menangani kasus pelanggaran HAM yang bersifat berat. Pengadilan HAM ini ditetapkan dengan UU nomor 26 tahun 2000.
7.      Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan.
8.      Komisi ini dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 181 Tahun 1998 untuk menangani kasus pelanggaran HAM terhadap perempuan.
9.      Komisi Nasional Perlindungan Anak.
10.    Komisi ini dibentuk pada tanggal 26 Oktober 1998 sebagai organisasi independen di bidang pemenuhan dan perlindungan hak anak di Indonesia.
11.    Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.
12.    Komisi ini dibentuk berdasarkan UU Nomor 27 tahun 2004 yang tugasnya memberikan alternatif penyelesaian pelanggaran HAM berat di luar pengadilan HAM dan sebagai mediasi antara pelaku dengan korban pelanggaran HAM berat.

Di samping lembaga penegakkan HAM yang dibentuk oleh pemerintah, masyarakat juga mendirikan berbagai lembaga HAM dalam bentuk LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang dikenal dengan nama LSM Prodemokrasi dan HAM. Yang termasuk LSM ini antara lain : 
1.      Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).
2.      Komisi untuk orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras).
3.      Lembaga Study dan Advokasi Masyarakat (Elsam).
4.      Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI).[2]


2.5    Perkembangan Pemikiran HAM
         Perkembangan Pemikiran HAM dibagi dalam 4 generasi, yaitu :
1.      Generasi pertama berpendapat bahwa pemikiran HAM hanya berpusat pada bidang hukum dan politik. Fokus pemikiran HAM generasi pertama pada bidang hukum dan politik disebabkan oleh dampak dan situasi perang dunia II, totaliterisme dan adanya keinginan Negara-negara yang baru merdeka untuk menciptakan sesuatu tertib hukum yang baru.
2.      Generasi kedua pemikiran HAM tidak saja menuntut hak yuridis melainkan juga hak-hak sosial, ekonomi, politik dan budaya. Jadi pemikiran HAM generasi kedua menunjukan perluasan pengertian konsep dan cakupan hak asasi manusia. Pada masa generasi kedua, hak yuridis kurang mendapat penekanan sehingga terjadi ketidakseimbangan dengan hak sosial-budaya, hak ekonomi dan hak politik.
3.      Generasi ketiga sebagai reaksi pemikiran HAM generasi kedua. Generasi ketiga menjanjikan adanya kesatuan antara hak ekonomi, sosial, budaya, politik dan hukum dalam suatu keranjang yang disebut dengan hak-hak melaksanakan pembangunan. Dalam pelaksanaannya hasil pemikiran HAM generasi ketiga juga mengalami ketidakseimbangan dimana terjadi penekanan terhadap hak ekonomi dalam arti pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama, sedangkan hak lainnya terabaikan sehingga menimbulkan banyak korban, karena banyak hak-hak rakyat lainnya yang dilanggar.
4.      Generasi keempat yang mengkritik peranan negara yang sangat dominant dalam proses pembangunan yang terfokus pada pembangunan ekonomi dan menimbulkan dampak negatif seperti diabaikannya aspek kesejahteraan rakyat. Selain itu program pembangunan yang dijalankan tidak berdasarkan kebutuhan rakyat secara keseluruhan melainkan memenuhi kebutuhan sekelompok elit. Pemikiran HAM generasi keempat dipelopori oleh Negara-negara di kawasan Asia yang pada tahun 1983 melahirkan deklarasi hak asasi manusia yang disebut Declaration of the basic Duties of Asia People and Government

         Perkembangan pemikiran HAM dunia bermula dari:
1.      Magna Charta
         Pada umumnya para pakar di Eropa berpendapat bahwa lahirnya HAM di kawasan Eropa dimulai dengan lahirnya magna Charta yang antara lain memuat pandangan bahwa raja yang tadinya memiliki kekuasaan absolute (raja yang menciptakan hukum, tetapi ia sendiri tidak terikat dengan hukum yang dibuatnya), menjadi dibatasi kekuasaannya dan mulai dapat diminta pertanggung jawabannya dimuka hukum(Mansyur Effendi,1994).

2.      The American Declaration
         Perkembangan HAM selanjutnya ditandai dengan munculnya The American Declaration of Independence yang lahir dari paham Rousseau dan Montesquuieu. Mulailah dipertegas bahwa manusia adalah merdeka sejak di dalam perut ibunya, sehingga tidaklah logis bila sesudah lahir ia harus dibelenggu.

3.      The French Declaration
         Selanjutnya, pada tahun 1789 lahirlah The French Declaration (Deklarasi Perancis), dimana ketentuan tentang hak lebih dirinci lagi sebagaimana dimuat dalam The Rule of Law yang antara lain berbunyi tidak boleh ada penangkapan tanpa alasan yang sah. Dalam kaitan itu berlaku prinsip presumption of innocent, artinya orang-orang yang ditangkap, kemudian ditahan dan dituduh, berhak dinyatakan tidak bersalah, sampai ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan ia bersalah.

4.      The Four Freedom
         Ada empat hak kebebasan berbicara dan menyatakan pendapat, hak kebebasan memeluk agama dan beribadah sesuai dengan ajaran agama yang diperlukannya, hak kebebasan dari kemiskinan dalam Pengertian setiap bangsa berusaha mencapai tingkat kehidupan yang damai dan sejahtera bagi penduduknya, hak kebebasan dari ketakutan, yang meliputi usaha, pengurangan persenjataan, sehingga tidak satupun bangsa berada dalam posisi berkeinginan untuk melakukan serangan terhadap Negara lain (Mansyur Effendi,1994).

         Perkembangan Pemikiran HAM di Indonesia:
1.      Pemikiran HAM periode sebelum kemerdekaan yang paling menonjol pada Indische Partij adalah hak untuk mendapatkan kemerdekaan serta mendapatkan perlakukan yang sama hak kemerdekaan.
2.      Sejak kemerdekaan tahun 1945 sampai sekarang di Indonesia telah berlaku 3 UUD dalam 4 periode, yaitu:
         1.   Periode 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949, berlaku UUD 1945.
         2.   Periode 27 Desember 1949 sampai 17 Agustus 1950, berlaku konstitusi Republik Indonesia Serikat.
         3.   Periode 17 Agustus sampai 5 Juli 1959, berlaku UUD 1950.
         4.   Periode 5 Juli 1959 sampai sekarang, berlaku Kembali UUD 1945.

2.6    HAM Dalam Tinjauan Islam
Adanya ajaran tentang HAM dalam Islam menunjukan bahwa Islam sebagai agama telah menempatkan manusia sebagai makhluk terhormat dan mulia. Oleh karena itu, perlindungan dan penghormatan terhadap manusia merupakan tuntutan ajaran itu sendiri yang wajib dilaksanakan oleh umatnya terhadap sesama manusia tanpa terkecuali. Hak-hak yang diberikan Allah itu bersifat permanent, kekal dan abadi, tidak boleh dirubah atau dimodifikasi (Abu A’la Almaududi, 1998). Dalam Islam terdapat dua konsep tentang hak, yakni hak manusia (hak al insan) dan hak Allah. Setiap hak itu saling melandasi satu sama lain. Hak Allah melandasi manusia dan juga sebaliknya. Dalam aplikasinya, tidak ada satupun hak yang terlepas dari kedua hak tersebut, misalnya sholat.
Sementara dalam hal al insan seperti hak kepemilikan, setiap manusia berhak untuk mengelola harta yang dimilikinya.
Konsep islam mengenai kehidupan manusia didasarkan pada pendekatan teosentris (theocentries) atau yang menempatkan Allah melalui ketentuan syariatnya sebagai tolak ukur tentang baik buruk tatanan kehidupan manusia baik sebagai pribadi maupun sebagai warga masyarakjat atau warga bangsa. Dengan demikian konsep Islam tentang HAM berpijak pada ajaran tauhid. Konsep tauhid mengandung ide persamaan dan persaudaraan manusia. Konsep tauhid juga mencakup ide persamaan dan persatuan semua makhluk yang oleh Harun Nasution dan Bahtiar Effendi disebut dengan ide perikemakhlukan. Islam datang secara inheren membawa ajaran tentang HAM, ajaran islam tentang HAM dapat dijumpai dalam sumber utama ajaran islam yaitu al-Qur’an dan al-Hadits yang merupakan sumber ajaran normatif, juga terdapat praktek kehidupan umat islam.
Dilihat dari tingkatannya, ada 3 bentuk HAM dalam Islam:
Pertama, Hak Darury (Hak Dasar). Sesuatu dianggap hak dasar apabila hak tersebut dilanggar, bukan hanya membuat manusia sengsara, tetapi juga eksistensinya bahkan hilang harkat kemanusiaannya. Sebagai misal, bila hak hidup dilanggar maka berarti orang itu mati.
Kedua, Hak Sekunder (Hajy) yakni hak-hak yang bila tidak dipenuhi akan berakibat hilangnya hak-hak elementer misalnya, hak seseorang untuk memperoleh sandang pangan yang layak maka akan mengakibatkan hilangnya hak hidup.
Ketiga Hak Tersier (Tahsiny) yakni hak yang tingkatannya lebih rendah dari hak primer dan sekunder (Masdar F. Mas’udi, 2002)

Mengenai HAM yang berkaitan dengan Hak-Hak Warga NegaraAl Maududimenjelaskan bahwa dalam Islam hak asasi pertama dan utama warga negara adalah:

1.   Melindungi nyawa, harta dan martabat mereka bersama-sama dengan jaminan bahwa hak ini tidak kami dicampuri, kecuali dengan alasan-alasan yang sah dan ilegal.
2.   Perlindungan atas kebebasan pribadi. Kebebasan pribadi tidak bisa dilanggar kecuali setelah melalui proses pembuktian yang meyakinkan secara hukum dan memberikan kesempatan kepada tertuduh untuk mengajukan pembelaan
3.   Kemerdekaan mengemukakan pendapat serta menganut keyakinan masing-masing
4.   Jaminan pemenuhan kebutuhan pokok bagi semua warga negara tanpa membedakan kasta atau keyakinan. Salah satu kewajiban zakat kepada umat Islam, salah satunya untuk memenuhi kebutuhan pokok warga negara.


2.7    HAM Dalam Perundang-Undangan Nasional
         Dalam perundang-undangan RI paling tidak terdapat bentuk hukum tertulis yang memuat aturan tentang HAM.
         Pertama, dalam konstitusi (UUD Negara).
         Kedua, dalam ketetapan MPR (TAP MPR).
         Ketiga, dalam Undang-undang.
Keempat, dalam peraturan pelaksanaan perundang-undangan seperti peraturan pemerintah, keputusan presiden dan peraturan pelaksanaan lainnya.[3]

1.      UUD 1945 : Pembukaan UUD 1945, alenia I – IV; Pasal 28A sampai dengan 28J; Pasal 27 sampai dengan 34.
2.      UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
3.      UU No. 36 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
4.      UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
5.      UU No. 7 Tahun 1984 tentang Rativikasi Konvensi PBB tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan.
6.      UU No. 8 tahun 1998 tentang pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau penghukuman lain yang Kejam, tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia.
7.      UU No. 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan Konvensi ILO nomor 182 mengenai pelanggaran dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak.
8.      UU No. 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang hak-hak ekonomi, Sosial dan Budaya.
9.      UU No. 12 tahun 2005 tentang Konvenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik.[4]
         Kelebihan pengaturan HAM dalam konstitusi memberikan jaminan yang sangat kuat karena perubahan dan atau penghapusan satu pasal dalam konstitusi seperti dalam ketatanegaraan di Indonesia mengalami proses yang sangat berat dan panjang, antara lain melalui amandemen dan referendum, sedangkan kelemahannya karena yang diatur dalam konstitusi hanya memuat aturan yang masih global seperti ketentuan tentang HAM dalam konstitusi RI yang masih bersifat global. Sementara itu bila pengaturan HAM dalam bentuk Undang-undang dan peraturan pelaksanaannya kelemahannya, pada kemungkinan seringnya mengalami perubahan.


2.8    Pelanggaran HAM dan Pengadilan HAM
         Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja ataupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut HAM seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini, dan tidak didapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang berlaku (UU No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM). Sedangkan bentuk pelanggaran HAM ringan selain dari kedua bentuk pelanggaran HAM berat itu.
         Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis dan kelompok agama. Kejahatan genosida dilakukan dengan cara membunuh anggota kelompok, mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok, menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya, memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok, dan memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain (UU No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM).
         Sementara itu kejahatan kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut tujukan secara langsung terhadap penduduk sipil berupa pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa, perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional, penyiksaan, perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara, penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional, penghilangan orang secara paksa, dan kejahatan apartheid.
         Pelanggaran terhadap HAM dapat dilakukan oleh baik aparatur negara maupun bukan aparatur negara (UU No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM). Karena itu penindakan terhadap pelanggaran HAM tidak boleh hanya ditujukan terhadap aparatur negara, tetapi juga pelanggaran yang dilakukan bukan oleh aparatur negara. Penindakan terhadap pelanggaran HAM mulai dari penyelidikan, penuntutan, dan persidangan terhadap pelanggaran yang terjadi harus bersifat non-diskriminatif dan berkeadilan. Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus yang berada di lingkungan pengadilan umum.
         Penangungjawab dalam penegakan (respection), pemajuan (promotion), perlindungan (protection) dan pemenuhan (fulfill) HAM.
         Tanggungjawab pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM tidak saja dibebankan kepada negara, melainkan juga kepada individu warga negara. Artinya negara dan individu sama-sama memiliki tanggungjawab terhadap pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM. Karena itu, pelanggaran HAM sebenarnya tidak saja dilakukan oleh negara kepada rakyatnya, melainkan juga oleh rakyat kepada rakyat yang disebut dengan pelanggaran HAM secara horizontal.

2.9    Contoh Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia       
Kasus HAM yang belum dapat ditangani:
Poligami           

Setiap warga negara berhak mempunyai keturunan melalui perkawinan yang sah.Di indonesiaPoligami masih menjadi Pro dan Kontra di negeri kita. Beberapa kalangan merasa hal tersebut adalah hak asasi setiap manusia. Menteri Agama M. Maftuh Basyuni mengatakan bahwa poligami bukanlah maksud hak asasi manusia yang tercantum pada pasal 28 B ayat (1) UUD 1945. Pasal ini menyebutkan setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. Menurut Maftuh, hak asasi setiap orang yang diatur dalam pasal itu adalah kebutuhan untuk membentuk keluarga. Pandangan yang menganggap pasal 28 B menjamin poligami sebagai hak asasi manusia dinilai Maftuh sebagai pandangan yang keliru. Berpoligami dalam pandangan agama islam memang boleh-boleh saja. Namun tidak lazim jika menyebut Poligami sebagai ibadah. Poligami memang pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Tapi itu sekedar untuk menolong janda-janda yang ditinggal mati oleh suaminya dalam peperangan bukan nafsu untuk memenuhi hasrat biologis semata. Dan hingga saat ini kasus ini masih menjadi kontroversi yang masih belum terselesaikan, masih menjadi perdebatan antara Budaya agama Islam dan Lembaga Hak Asai Manusia di Indonesia.

Kasus pelanggaran HAM yang sudah ditangani:
Kasus HAM Mengenai Adanya Budaya Imlek dan Etnis (Ras) Tionghua di Indonesia, sebagai berikut:
1.         14 November 1740
Ribuan orang keturunan Tionghoa dibunuh di Batavia oleh Belanda.Tanpa ampun, tubuh mereka di lempar ke sungai di utara Jakarta sehingga menjadi merah darah. Itulah sungai yang sekarang dikenal dengan Kali Angke (Angke=Merah). Setelah itu, mereka tiarap dan bersikap apolitis hampir dua abad lamanya.
2.         1965-1997
Setelah runtuhnya rezim Orde Lama, ribuan orang keturunan Tionghoakembali terlunta-lunta. Tidak sedikit yang dibunuh. Saat Soeharto berkuasa ini, keturunan Tionghoa hanya diberi ruang di sektor bisnis perdagangan. Tapi tetap bersikap apolitis. Meski populasinya sedikit, tetapi menguasai hampir seluruh sektor perekonomian.
3.         1998
Jelang reformasi, ratusan perempuan keturunan Tionghua dilecehkan melalui pelecehan sosial dan tidak sedikit yang jadi korban akibat kekerasan yang meluas di sejumlah kota. Pertokoan yang diidentikkan dengan etnis tersebut mengalami penjarahan. Belum jelas hingga kini siapa pelakunya. Semua masih penuh misteri.
4.         2000.
Era Presiden Abdurrahman Wahid,barulah tahun baru penanggalan Cina dijadi iklan sebagai hari libur nasional setelah selama Berpuluh-puluh tahun warga keturunan Tionghoa di Indonesia tidak bisa merayakan tahun baru Imlek sebagai Budayanya. Sebab selama orde baru, kebebasan mereka memang dikekang oleh pemerintah. Sehingg Simbol kecinaan pun bebas beredar, seperti tari barongsai dan upacara di Klenteng dan juga perselisihan dan permasalahan mengenai budaya Tionghua pun teratasi dengan damai hingga sekarang ini.[5]
Contoh-Contoh Kasus Pelanggaran HAM
1.      Terjadinya penganiayaan pada praja STPDN oleh seniornya dengan dalih pembinaan yang menyebabkan meninggalnya Klip Muntu pada tahun 2003.
2.      Dosen yang malas masuk kelas atau malas memberikan penjelasan pada suatu mata kuliah kepada mahasiswa merupakan pelanggaran HAM ringan kepada setiap mahasiswa.
3.      Para pedagang yang berjualan di trotoar merupakan pelanggaran HAM terhadap para pejalan kaki, sehingga menyebabkan para pejalan kaki berjalan di pinggir jalan sehingga sangat rentan terjadi kecelakaan.
4.      Para pedagang tradisioanal yang berdagang di pinggir jalan merupakan pelanggaran HAM ringan terhadap pengguna jalan sehingga para pengguna jalan tidak bisa menikmati arus kendaraan yang tertib dan lancar.
5.      Orang tua yang memaksakan kehendaknya agar anaknya masuk pada suatu jurusan tertentu dalam kuliahnya merupakan pelanggaran HAM terhadap anak, sehingga seorang anak tidak bisa memilih jurusan yang sesuai dengan minat dan bakatnya.[6]

Menurut Pasal 1 Angka 6 No. 39 Tahun 1999 yang dimaksud dengan pelanggaran hak asasi manusia setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara, baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyesalan hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku. Hampir dapat dipastikan dalam kehidupan sehari-hari dapat ditemukan pelanggaran hak asasi manusia, baik di Indonesia maupun di belahan dunia lain. Pelanggaran itu, bisa dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat, baik secara perorangan ataupun kelompok.

Kasus Pelanggaran HAM ini dapat dikategorikan dalam dua jenis, yaitu :
a.      Kasus Pelanggaran HAM yang bersifat berat, meliputi :
1.      Pembunuhan masal (genisida).
2.      Pembunuhan sewenang-wenang atau di luar putusan pengadilan.
3.      Penyiksaan.
4.      Penghilangan orang secara paksa.
5.      Perbudakan atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis.
b.      Kasus Pelanggaran HAM yang biasa, meliputi :
1.      Pemukulan
2.      Penganiayaan
3.      Pencemaran nama baik
4.      Menghalangi orang untuk mengekspresikan pendapatnya
5.      Menghilangkan nyawa orang lain

Setiap manusia selalu memiliki dua keinginan, yaitu keinginan berbuat baik, dan keinginan berbuat jahat. Keinginan berbuat jahat itulah yang menimbulkan dampak pada pelanggaran hak asasi manusia, seperti membunuh, merampas harta milik orang lain, menjarah dan lain-lain. Pelanggaran hak asasi manusia dapat terjadi dalam interaksi antara aparat pemerintah dengan masyarakat dan antar warga masyarakat. Namun, yang sering terjadi adalah antara aparat pemerintah dengan masyarakat. Apabila dilihat dari perkembangan sejarah bangsa Indonesia, ada beberapa peristiiwa besar pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi dan mendapat perhatian yang tinggi dari pemerintah dan masyarakat Indonesia, seperti:
a.      Kasus Tanjung Priok (1984)
         Kasus tanjung Priok terjadi tahun 1984 antara aparat dengan warga sekitar yang berawal dari masalah SARA dan unsur politis. Dalam peristiwa ini diduga terjadi pelanggaran HAM dimana terdapat rarusan korban meninggal dunia akibat kekerasan dan penembakan.
b.      Peristiwa Aceh (1990)
         Peristiwa yang terjadi di Aceh sejak tahun 1990 telah banyak memakan korban, baik dari pihak aparat maupun penduduk sipil yang tidak berdosa. Peristiwa Aceh diduga dipicu oleh unsur politik dimana terdapat pihak-pihak tertentu yang menginginkan Aceh merdeka.
c.      Kasus Terbunuhnya Marsinah, Seorang Pekerja Wanita Pt Catur Putera Surya Porong, Jatim (1994)
         Marsinah adalah salah satu korban pekerja dan aktivitas yang hak-hak pekerja di PT Catur Putera Surya, Porong Jawa Timur. Dia meninggal secara mengenaskan dan diduga menjadi korban pelanggaran HAM berupa penculikan, penganiayaan dan pembunuhan.
d.      Kasus Terbunuhnya Wartawan Udin Dari Harian Umum Bernas (1996)
         Wartawan Udin (Fuad Muhammad Syafruddin) adalah seorang wartawan dari harian Bernas yang diduga diculik, dianiaya oleh orang tak dikenal dan akhirnya ditemukan sudah tewas.
e.      Peristiwa Penculikan Para Aktivis Politik (1998)
         Telah terjadi peristiwa penghilangan orang secara paksa (penculikan) terhadap para aktivis yang menurut catatan Kontras ada 23 orang (1 orang meninggal, 9 orang dilepaskan, dan 13 orang lainnya masih hilang).

f.       Peristiwa Trisakti dan Semanggi (1998)
         Tragedi Trisakti terjadi pada 12 Mei 1998 (4 mahasiswa meninggal dan puluhan lainnya luka-luka). Tragedi Semanggi I terjadi pada 11-13 November 1998 (17 orang warga sipil meninggal) dan tragedi Semanggi II pada 24 September 1999 (1 orang mahasiswa meninggal dan 217 orang luka-luka).
g.      Kasus Poso (1998 – 2000)
         Telah terjadi bentrokan di Poso yang memakan banyak korban yang diakhiri dengan bentuknya Forum Komunikasi Umat Beragama (FKAUB) di kabupaten Dati II Poso.
h.      Kasus Ambon (1999)
         Peristiwa yang terjadi di Ambon ni berawal dari masalah sepele yang merambat kemasala SARA, sehingga dinamakan perang saudara dimana telah terjadi penganiayaan dan pembunuhan yang memakan banyak korban.
i.       Peristiwa Kekerasan Di Timor Timur Pasca Jejak Pendapat (1999)
         Kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia menjelang dan pasca jejak pendapat 1999 di timor timur secara resmi ditutup setelah penyerahan laporan komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP) Indonesia - Timor Leste kepada dua kepala negara terkait.
j.       Kasus Dayak dan Madura (2000)
         Terjadi bentrokan antara suku dayak dan madura (pertikaian etnis) yang juga memakan banyak korban dari kedua belah pihak.
k.      Kasus TKI di Malaysia (2002)
         Terjadi peristiwa penganiayaan terhadap Tenaga Kerja Wanita Indonesia dari persoalan penganiayaan oleh majikan sampai gaji yang tidak dibayar.
l.       Kasus Bom Bali (2002) dan beberapa tempat lainnya
         Telah terjadi peristiwa pemboman di Bali, yaitu tahun 2002 dan tahun 2005 yang dilakukan oleh teroris dengan menelan banyak korban rakyat sipil baik dari warga negara asing maupun dari warga negara Indonesia sendiri.
m.     Kasus-kasus lainnya
         Selain kasus-kasus besar diatas, terjadi juga pelanggaran Hak Asasi Manusia seperti dilingkungan keluarga, dilingkungan sekolah atau pun dilingkungan masyarakat. 
Contoh Kasus Pelanggaran HAM di Lingkungan Keluarga antara lain:
1.      Orang tua yang memaksakan keinginannya kepada anaknya (tentang masuk sekolah, memilih pekerjaan, dipaksa untuk bekerja, memilih jodoh).
2.      Orang tua menyiksa/menganiaya/membunuh anaknya sendiri.
3.      Anak melawan/menganiaya/membunuh saudaranya atau orang tuanya sendiri.
4.      Majikan dan atau anggota keluarga memperlakukan pembantunya sewenang-wenang dirumah.

Contoh Kasus Pelanggaran HAM di Sekolah antara lain :
1.      Guru membeda-bedakan siswanya di sekolah (berdasarkan kepintaran, kekayaan, atau perilakunya).
2.      Guru memberikan sanksi atau hukuman kepada siswanya secara fisik (dijewer, dicubit, ditendang, disetrap di depan kelas atau dijemur di tengah lapangan).
3.      Siswa mengejek/menghina siswa yang lain.
4.      Siswa memalak atau menganiaya siswa yang lain.
5.      Siswa melakukan tawuran pelajar dengan teman sekolahnya ataupun dengan siswa dari sekolah yang lain.

Contoh Kasus Pelanggaran HAM di Masyarakat antara lain :
1.      Pertikaian antarkelompok/antargeng, atau antarsuku(konflik sosial).
2.      Perbuatan main hakim sendiri terhadap seorang pencuri atau anggota masyarakat yang tertangkap basah melakukan perbuatan asusila.
3.      Merusak sarana/fasilitas umum karena kecewa atau tidak puas dengan kebijakan yang ada.[7]

Beberapa Kasus Pelanggaran Berat HAM seperti peristiwa G30S, Tanjung Priok, Warsidi Lampung sampai Kasus Semanggi I dan II kemungkinan bakal digarap KKR. Mungkinkah menuai sukses?

Peristiwa Warsidi Lampung
         Peristiwa ini terjadi di Cihedeung, Dukuh Talangsari III, Desa Rajabasa Lama Kec. Way Jepara Lampung Tengah pada 7 Februari 1989. Kasus pembantaian ini bermula ketika Danramil 41121  Way Jepara Kapten Soetiman menerima sepucuk surat dari Camat Zulkifli Maliki. Isinya;  DiDukuh Cihedeungada yang melakukan kegiatan mencurigakan dengan kedok pengajian. Laporan dari Kepala Dusun Cihideung, Sukidi, itu kemudian dijadikan oleh Soetiman untuk memanggil tokoh pengajian itu yang bernama Anwar.

         Soetiman meminta agar Anwar selambat-lambatnya 1 Februari 1989 menghadap. Tapi Anwar menolak. Ia justru malah meminta agar Danramil yang datang ke tempatnya. Merasa ditolak, giliran Zulkifli sang Camat yang memanggil Anwar. Tapi juga tak diindahkan. Anwar malah memanggil Muspika agar datang ke tempatnya. Kemudian pada 5 Februari 1989, sekitar enam pemuda desa Cihideung yang sedang ronda disergap oleh tentara. Saat itu pihak aparat berhasil menyita 61 pucuk anak panah dan ketapel kayu. Sehari setelah itu, Kasdim 0411 Lampung Tengah, Mayor E.O Sinaga, mengajak Soetiman, Zulkifli dan Letkol Hariman S. (Kakansospol) dan beberapa staf CPM ke Cihideung untuk memenuhi undangan Anwar. Ternyata, sesampainya di sana mereka malah dihujani anak panah. Soetiman tewas.

         Pada hari yang sama, di tempat yang lain, sekelompok orang menyerang Pos Polisi yang menjaga hutan lindung di Gunung Balak. Dua polisi terluka. Kepala Desa Sidorejo, Santoso Arifin   dibunuh. Malam harinya sebuah oplet di jalan Sri Bawono disergap gerombolan. Sopir pellet dibunuh dan kernet dilukai. Pratu Budi Waluyo yang kebetulan berada di lokasi itu juga tewas. Maka pada 7 Februari 1989, usai sholat subuh, tiba-tiba terdengan serentetan tembakan. Lalu api menjilat-jilat ke bangsal tempat jamaah Wardisi menginap. Suara tembakan itu disambut dengan takbir, ”Allahu akbar….”, berbaur dengan jerit tangis dan histeria.

         Serangan fajar itu berasal dari empat peleton tentara dan 40 anggota Brimob di pimpin langsung oleh Komandan Korem 043 Garuda Hitam (saat itu) Kolonel A.M. Hendropriyono.

         Setelah usai suara tembakan itu, jumlah korban versi tentara menyebutkan hanya 27 orang. “Berapapun yang tewas, bagi kami itu tetap tragedi kemanusiaan yang tidak bisa didiamkan,” tandas Fikri Yasin Koordinator Komite Semalam, sebuah LSM yang getol memperjuangkan nasib  korban pembantaian Lampung.

         Bahkan, menurut Yasin, pihaknya mendata korban tewas mencapai 246 orang, belum termasuk yang hilang. Dari keseluruhan korban itu, 127 diantaranya perempuan.

         Kini kasus ini makin kontroversi ketika kubu Hendropriyono menggagas ishlah. Sebagian korban menolak gagasan itu. Tapi sebagian lain mengikuti langkah Hendro untuk melakukan ishlah. Kabar terbaru menyebutkan para korban yang mau ishlah telah mencabut pernyataannya dengan alasan, ”Banyak komitmen Hendro yang diingkari. Makanya kami mencabut ishlah,” kata Wahid salah satu korban yang mencabut ishlah itu.

         Versi lain mengatakan, peristiwa lampung sendiri meletus setelah tentara merasa gerah dengan gerakan Warsidi di pesantrennya yang berkembang pesat dan hidup secara eksklusif. Merasa wilayahnya terganggu oleh kegiatan mereka, Hendro pun berulah dan membuat keributan yang berakhir dengan pembantaian komunitas Warsidi yang ingin sekedar bisa hidup lebih islami.

G30S PKI

         Peristiwa Gerakan 30 September 1965 terjadi pada Jumat subuh. Saat itu terjadi penculikan disertai pembunuhan terhadap tujuh Jenderal Angkatan Darat. Drama pembantaian para Jenderal ini juga menewaskan anak Jenderal AH Nasution, Ade Irma Suryani.

         Versi buku putih Pemerintah menuturkan, hanya dua hari setelah pembantaian itu, Brigjen Soeharto berhasil mengendalikan suasana. Dengan bekal Supersemar diapun memberangus PKI, yang diakini sebagai pelaku makar, sampai ke akar akarnya.

         Penanganan kasus G30S, menurut Asvi Marwan Adam, jika akan diselesaikan oleh lembaga KKR bakal menuai kesulitan yang amat sangat. Tidak hanya soal banyaknya versi cerita seputar kejadian. Tapi masyarakat masih trauma dengan tragedi tahun 1965 itu.

         Peristiwa G30S, banyak peneliti melihat, merupakan puncak tragedi setelah terjadi serentetan peristiwa politik yang melibatkan massa PKI dan massa non PKI. Hasil penelitian Hermawan Sulistiyo  di  Jawa   Timur    membuktikan  itu.Dalam bukunya Palu Arit di Ladang Tebu, Hermawan menulis bahwa ada serentetan peristiwa perebutan tanah yang menciptakan letupan konflik-konflik kecil di berbagai daerah di Jawa Timur. Dan peristiwa yang sering meminta korban jiwa dari pihak santri NU itu memunculkan trauma dendam berkepanjangan. Karena itu, menurut Hermawan, saat PKI dinyatakan sebagai organisasi terlarang karena dianggap menjadi otak kudeta politik tahun 1965, dan terjadi perburuan besar-besaran terhadap aktivis PKI, pembantaian yang terjadi di Jatim sungguh sangat besat, baik dalam skala jumlah maupun tingkat kesadisannya. Hardoyo, mantan Ketua Umum CGMI periode 1960-1963 pun kemudian menggugat dengan ketus. ”Makanya peristiwa pembantaian sipil pasca 1 Oktober juga harus diungkap tuntas. Ini pembantaian terbesar dengan korban 1 juta lebih rakyat yang belum tentu berdosa,” katanya tandas.

         Baik Hardoyo maupun Asvi sepakat, kalaulah KKR berperan dalam menyelesaikan kasus G30S, maka peristiwa itu harus dipilah dua. Pertama penanganan kasus sebelum 1 Oktober. Kedua penanganan setelah 1 Oktober 1965. ”Dengan begitu akan lebih adil,”tambahnya.

         Meski bakal menggerus aktivis PKI, Hardoyo sendiri setuju bahwa siapapun yang terlibat dalam kasus 1 Oktober harus dihukum. ”Kita tidak peduli apakah ada oknum PKI yang terlibat, tentara terlibat, Soeharto terlibat, itu harus diselesaikan tuntas.” Hardoyo juga menambahkan, ”Peristiwa sesudahnya juga harus diperlakukan sama. Karena korbannya lebih besar.”
         Seiring dengan arus reformasi, kini banyak versi buku terbit khusus untuk membahas soal peristiwa politik yang paling menghebohkan ini. Pemerintah jelas secara resmi menerbitkan buku putih. Dalam buku itu, Brigjen Soeharto sangat tergambar sebagai pahlawan yang begitu terpuji. Kesadisan peristiwa itu detil sekali tergambar, meskipun belakangan banyak yang menggugat. Jumlah korban pasca 1 Oktober, saat tentara memburu para aktivis PKI tidak disebut sama      sekali.

         Sementara sejauh mana keterlibatan Soeharto dalam peristiwa itu pun kini muncul banyak versi. Buku Pledoi-nya Latief secara jelas mengungkap bahwa Soeharto masuk dalam bagian rekayasa G30S itu. Begitu juga soal kekejaman Gerwani dalam penculikan para Jenderal. Pernyataan terakhir para saksi mata kepada Metro TV menyatakan bahwa tidak ada penyiksaan dalam   penculikan   itu.

         Yang menarik adalah dokumen CIA yang sempat ditarik oleh pemerintah AS setelah Megawati berkuasa. Dalam dokumen itu memang secara jelas disebutkan bahwa CIA terlibat dalam pengganyangan PKI di Indonesia. Meskipun kemudian pemerintah AS membantahnya.

         Dalam banyak versi buku seputar G30S, inilah pekerjaan berat bagi KKR di masa yang akan datang. Apapun, kita patut menunggu kiprah KKR dalam soal penanganan kasus ini.

Pelanggaran HAM Poso

         Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) menduga pemerintah pusat turut terlibat melakukan pelanggaran HAM berat terkait konflik horizontal yang terjadi di Poso, Sulawesi Tengah. Ketua Tim Komnas HAM untuk kasus Poso, Sulawesi Tengah Prof. Dr Achmad Ali mengemukakan di Makassar, Kamis, berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan tim Komnas HAM di daerah bekas konflik tersebut, ditemukan adnaya pelanggaran HAM dan diiindikasikan pemerintah pusat turut terlibat melakukan pelanggaran HAM berat yang mengarah pada by omission alias pembiaran.”Kerusuhan yang terjadi di Poso telah berlangsung sejak lama, namun  hingga saat ini pemerintah pusat belum dapat menyelesaikan konflik tersebut sehingga konflik berlarut-larut. Bila hal ini dibiarkan, bisa mengarah pada terjadinya by ommision,” jelas guru besar Fakultas Hukum UNHAS ini. Dia mengatakan, penyelesaian konflik di Poso tidak bisa dilakukan secara sporadis dan sesaat, tapi harus dilakukan secara komprehensif dan terpadu yang melibatkan tidak hanya pemerintah daerah dan kepolisian daerah Sulawesi Tengah, tapi juga pemerintah pusat dengan penanganan yang dilakukan secara nasional. Konsep ini perlu dilakukan karena bukan hanya kerusuhannya yang harus diselesaikan, tapi juga penanganan terhadap pengungsi yang jumlahnya mencapai ribuan orang. Ali menilai, kesepakatan Malino untuk perdamaian Poso yang dilakukan tahun 2002 tidak menyelesaikan masalah, bahkan ibarat api dalam sekam yang sewaktu-waktu akan dapat menyala kembali, karena kesepakatan itu tidak diaktualisasikan di lapangan. Salah satu contohnya adalah penegakan hukum yang hingga saat ini belum sepenuhnya berjalan. Sebagai bukti, belum ditangkapnya para pelaku  kerusuhan atau tindak kriminal di daerah itu, tambahnya. Konflik yang terjadi di Poso serta daerah lain, kata Ali, tidak bisa diselesaikan secara sporadis, seperti yang dilakukan selama ini.

         Aparat dari pusat turun saat ada lagi kejadian, seperti pada kasus penembakan jaksa Fery Silalahi dan peledakan bom di depan pasar sentral Poso sehari sebelum lebaran tahun 2004 dan setelah itu diam lagi. Penanganannya harus dilakukan secara komprehensif dan  kontinyu, terutama penegakan hukumnya, ujar Achmad Ali. Perbedaan agama: Ia juga meminta pemerintah untuk mengungkap akar permasalahan kerusuhan di Poso, karena ia tidak yakin, jika penyebab kerusuhan itu adalah perbedaan agama. “Saya tidak yakin jika konflik di Poso karena perbedaan agama, karena mereka sudah lama hidup dengan kondisi seperti itu dan tidak ada masalah. Saya yakin, pasti ada pihak-pihak yang sengaja membuat kerusuhan dengan menggunakan isu agama untuk tujuan tertentu. Ini yang harus diungkapkan pemerintah dan polisi,” kata Achmad Ali. Lebih jauh dia mengatakan, ada empat pelanggaran HAM yang terjadi di Poso yakni pelanggaran terhadap hak atas rasa aman, hak untuk hidup, hak atas kepemilikan dan hak untuk memperoleh keadilan. Sejak terjadinya konflik berkepanjangan di daerah itu, masyarakat  telah kehilangan rasa aman sehingga mereka harus mengungsi. Masyarakat terpaksa kehilangan harta benda yang ditinggalkannya bahkan sejumlah masyarakat kehilangan hak untuk hidup karena menjadi korban dalam pertikaian itu. Pelanggaran HAM lainnya adalah hak untuk memperoleh keadilan. Hingga saat ini, para pelaku pembunuhan, pembakaran, pengrusakan, provokator dan yang meneror masyarakat dengan berbagai tindak  kriminal belum juga ditangkap, apalagi diproses secara hukum, bahkan mereka masih terus melakukan aksinya untuk menakut-nakuti warga. Menurut Ali, timnya hanya dapat mem-pressure pemerintah untuk meredam konflik yang tejadi di Poso dan sejumlah daerah lainnya,  misalnya bagaimana mendesak pemeritah pusat untuk menciptakan rasa aman dan menangkap para pelaku pelanggaran HAM dan provokatornya. Agar Komnas HAM lebih leluasa dan dapat membantu pemerintah dalam berbagai kerusuhan yang terjadi di negara ini, pihaknya meminta agar pemeritah memberikan kewenangan kepada Komnas HAM untuk menyelidik, menyidik dan melakukan penuntutan.

         Beberapa lagi kasus pelanggaran HAM yang belum tersentuh hokum sama sekali adalah Tragedi Tanjung Periok, yang terjadi pada sekitar bulan September 2004. Berikut adalah beberapa kasus hukum yang belum tersentuh sampai dengan kejadian tahun 2003. (Sumber : KontraS)

1.      Pembantaian Massal 1965  ==> Tahun 1965-1970
         Korban: 1.500.000 orang
         Keterangan: Korban sebagian besar merupakan anggota PKI atau ormas yang dianggap berafiliasi dengan PKI. Seperti SOBSI, BTI, GERWANI, PR, LEKTRA, dll, sebagian besar dilakukan diluar proses hukum yang sah.

2.      Penembakan Misterius “PETRUS” ===> Tahun 1982-1985
         Korban: 1.678 orang

         Keterangan: Korban sebagian besar merupakan tokoh kriminal, residivis, atau mantan kriminal. Operasi militer ini bersifat illegal dan dilakukan tanpa identitas institusi yang jelas.

3.      Kasus di Tomor Timur PRa Referendum ===> Tahun 1974-1999

         Korban: Ratusan ribu orang
         Keterangan: Dimulai dari agresi Militer TNI (Operasi Seroja) terhadap pemerintah Fretilin yang sah di Timor Timur. Sejak itu Tim Tim selalu menjadi daerah operasi militer rutin yang rawan terhadap kekerasan aparat RI.

4.      Kasus-kasus di Aceh PRa DOM ==> Tahun 1976-1989

         Korban: Ribuan orang
         Keterangan: Semenjak dideklarasikan GAM oleh Hasan Di Tiro, Aceh selalu dijadikan daerah operasi militer dengan intensitas kekerasan yang tinggi.

5.      Kasus-Kasus di Papua ===> 1966 – ….
         Korban: Ribuan Orang
         Keterangan: Operasi Militer intensif dilakukan oleh TNI untuk menghadapi OPM. Sebagian lagi berkaitan dengan masalah penguasaan sumber daya alam antara perusahaan tambang internasional, aparat Negara berhadapan dengan penduduk lokal.
6.      Kasus Dukun Santet Banyuwangi ===> Tahun 1998
         Korban: Puluhan orang
         Keterangan: adanya pembantaian terhadap tokoh masyarakat yang diisukan sebagai dukun santet

7.      Kasus Marsinah  ===> Tahun 1995
         Korban: 1 Orang
         Keterangan: Pelaku utamanya tidak tersentuh, sementara orang lain dijadikan kambing hitam. Bukti keterlibatan (represi) militer dibidang perburuhan

8.      Kasus Balukumba  ===> Tahun 2003
         Korban: 2 orang tewas dan puluhan orang ditahan dan luka-luka
         Keterangan: Insiden ini terjadi karena keinginan PT. London Sumatera untuk melaksanakan perluasan area perkebunan mereka, namun masyarakat menolak upaya tersebut.[8]


BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A.     Kesimpulan
         Tiap insan memiliki hak asasi tersendiri, hak asasi seseorang dibatasi dengan hak asasi orang lain. Sehingga tak ada alasan untuk sewenang-wenang terhadap diri orang lain. Sekalipun kita memiliki hak, ingat hak orang lain jangan pernah merampasnya. Jika kita saling siku bahu kiri dan bahu kanan, pada akhirnya solidaritas (kepeduliaan sosial), empati, akan merosot kian lama, malah sebaliknya ketidakpedulian dan keangkuhan akan menjadi hantu bagi kehidupan kita, bagaimana tidak hak asasi kita bisa dirampas jika tidak membela diri, kalau diam diri malah ditindas. Inilah yang dikhawatirkan.

         “HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia, sesuai dengan kodratnya,”begitulah pendapat Kaelan.

B.     Saran
         Upaya penanganan pelanggaran HAM di Indonesia yang bersifat berat, maka penyelesaiannya dilakukan melalui pengadilan HAM, sedangkan untuk kasus pelanggaran HAM yang biasa diselesaikan melalui pengadilan umum. 

         Upaya-upaya penegakkan HAM di Indonesia dapat diwujudkan melalui perilaku berikut ini: 
1.      Menghormati setiap keputusan yang ditetapkan oleh pengadilan dalam kasus-kasus pelanggaran HAM.
2.      Membantu pemerintah dalam upaya penegakkan HAM.
3.      Tidak menyembunyikan fakta yang terjadi dalam kasus pelanggaran HAM.
4.      Berani mempertanggungjawabkan setiap perbuatan melanggar HAM yang dilakukan diri sendiri.
5.      Mendukung, mematuhi dan melaksanakan setiap kebijakan, undang-undang dan peraturan yang ditetapkan untuk menegakkan HAM di Indonesia.

         Beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh setiap orang dalam kehidupan sehari-hari untuk menghargai dan menegakkan HAM antara lain dapat dilakukan melalui perilaku sebagai berikut: 
1.      Mematuhi instrumen-instrumen HAM yang telah ditetapkan.
2.      Melaksanakan hak asasi yang dimiliki dengan penuh tanggung jawab.
3.      Memahami bahwa selain memiliki hak asasi, setiap orang juga memiliki kewajiban asasi yang harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab.
4.      Tidak semena-mena terhadap orang lain.
5.      Menghormati hak-hak orang lain.[9]

         “Pendidikan Karakter Bangsa haruslah diterapkan di zaman sekarang ini agar generasi bangsa tidak terpuruk moralnya. Bimbingan dan arahan dalam menyeimbangkan hak diri pribadi dan hak diri orang lain,” itu pendapat penulis yang dihimbaukan.


CATATAN KAKI [FOOT NOTE]

[1]         Edukasi. Penggolongan HAMhttp://www.e-dukasi.net/index.php?mod=script&cmd=Bahan%20Belajar/Materi%20Pokok/view&id=270&uniq=2571
[2]         Edukasi. Lembaga Perlindungan HAM di Indonesia. http://www.e-dukasi.net/index.php?mod=script&cmd=Bahan%20Belajar/Materi%20Pokok/view&id=270&uniq=2595
[3]         Makalahku MakalahMu. Makalah PKn tentang Hak Asasi Manusia Ham.http://makalahkumakalahmu.wordpress.com/2008/09/13/makalah-pkn-tentang-hak-asasi-manusia-ham/
[4]         Edukasi. HAM Dalam Perundang-Undangan Nasional. http://www.e-dukasi.net/index.php?mod=script&cmd=Bahan%20Belajar/Materi%20Pokok/view&id=270&uniq=2604
[5]         Scribd. Tugas Mencari Kasus Pelanggaran HAM Di Indonesiawww.scribd.com
[6]         Makalahku MakalahMu. Makalah PKn tentang Hak Asasi Manusia Ham.http://makalahkumakalahmu.wordpress.com/2008/09/13/makalah-pkn-tentang-hak-asasi-manusia-ham/
[7]         Edukasi. Kasus Pelanggaran HAMhttp://www.e-dukasi.net/index.php?mod=script&cmd=Bahan%20Belajar/Materi%20Pokok/view&id=270&uniq=
[8]         Balian Zahab.  Politik Hukumhttp://balianzahab.wordpress.com/makalah-hukum/politik-hukum/
[9]         Edukasi. Upaya-Upaya Penanganan Pelanggaran HAM di Indonesiahttp://www.e-dukasi.net/index.php?mod=script&cmd=Bahan%20Belajar/Materi%20Pokok/view&id=270&uniq=2639


DAFTAR PUSTAKA

Balian Zahab.  Politik Hukumhttp://balianzahab.wordpress.com/makalah-hukum/politik-hukum/

Edukasi. Penggolongan HAMhttp://www.e-dukasi.net/index.php?mod=script&cmd=Bahan%20Belajar/Materi%20Pokok/view&id=270&uniq=2571

Edukasi. Lembaga Perlindungan HAM di Indonesia. http://www.e-dukasi.net/index.php?mod=script&cmd=Bahan%20Belajar/Materi%20Pokok/view&id=270&uniq=2595

Edukasi. Upaya-Upaya Penanganan Pelanggaran HAM di Indonesiahttp://www.e-dukasi.net/index.php?mod=script&cmd=Bahan%20Belajar/Materi%20Pokok/view&id=270&uniq=2639

Edukasi. Kasus Pelanggaran HAMhttp://www.e-dukasi.net/index.php?mod=script&cmd=Bahan%20Belajar/Materi%20Pokok/view&id=270&uniq=

Edukasi. HAM Dalam Perundang-Undangan Nasional. http://www.e-dukasi.net/index.php?mod=script&cmd=Bahan%20Belajar/Materi%20Pokok/view&id=270&uniq=2604

Hussein, Muhammad Adam. Makalah Politik Hukum ~ Menelusuri Politik HAM dan Kasus Pelanggarannya. Penerbit: STKIP PGRI Sukabumi. Cetakan 1, Juli 2011.

Hussein, Muhammad Adam. 2011. Menelusuri Politik HAM dan Kasus Pelanggarannya. http://www.adamsains.us/2011/10/menelusuri-politik-ham.html

Makalahku MakalahMu. Makalah PKn tentang Hak Asasi Manusia Ham.http://makalahkumakalahmu.wordpress.com/2008/09/13/makalah-pkn-tentang-hak-asasi-manusia-ham/

Scribd. Tugas Mencari Kasus Pelanggaran HAM Di Indonesiawww.scribd.com

Posting Komentar untuk "Menelusuri Politik HAM"

loading...
loading...



Teh Celup Herbal Bidara Ruqyah

KLIK GAMBAR UNTUK PEMBELIAN/PEMESANAN